Rabu, 09 Juli 2008

puisi serampangan

puisi Serampangan,
dari budaya Negeri Serampangan,
yang berkilau bagaikan permata khatulistiwa di mata dunia.

Seratus tahun Hari Kebangkitan Nasional.
Ingin rasanya Aku turut bangkit, seperti bangkit dari kubur !
Tapi Aku, sungguh terhimpit, terperosok, terlindas, dan terkubur dalam keadaan hidup, hingga saat ini.
Aku terombang-ambing ambisi para pengagung negeri dalam kancah pergolakan sosial, ekonomi, politik, budaya, bahkan agama.

puisi Serampangan,
tak tentu arah, kendati tujuan jelas dan nyata, yaitu berlabuh dan berlaju dalam Bahtera Landasan Idiil Negara dan Landasan Konstitusional Negara.
Tetapi, para Pengagung Negeri Serampangan, sebahagian terdiri dari tikus-tikus cerdik dan licik, yang turut serta dalam menentukan kebijakan publik, sehingga kejayaan dan kemakmuran negeri ini, dihiasi permata kakek-kakek tua renta yang mencari sesuap nasi sebagai kuli panggul di pasar-pasar tradisional, para penarik becak di pelosok jalanan kecil, penjahat-penjahat kelas teri, yang situasi dan kondisinya terpaksa dan dipaksa oleh suatu realita kebijakan publik.
Memikul beban hidup dan beban pendidikan anak-anak negeri, dalam seratus tahun Hari Kebangkitan Nasional ini, seakan tak kuasa untuk bangkit, apalagi berjalan, dan...l a r i.


Dirgahayu Hari Kebangkitan Nasional
dalam usia seratus tahun

Cimahi, 20 Mei 2008

Tidak ada komentar: